Nama : Laras Sati
Kelas :
1PA01
NPM :
14512161
Mata Kuliah :
Ilmu Budaya Dasar
TUGAS 1
Kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku dilingkungan saya adalah pembetulan jalan yang harus dilakukan
setiap tahunnya. Karena jalanan sebuah perkampungan yang umumnya sering
dilewati dan digunakan oleh warga setiap harinya, membuat jalanan sering rusak.
Dan keadaan ini membuat pemerintah harus memperbaiki jalanan itu untuk setiap
tahunnya. Karena memang jalanan merupakan sarana dan prasarana yang umum untuk
masyarakat. Yang dimana perbaikan jalanan
umum ini berupa perbaikan jalanan yang berlubang dan berupa penaikan
jalanan sekitar beberapa cm. Kerusakan ini
umumnya terjadi karena seringnya dilewati oleh kendaraan-kendaraan besar
yang membawa banyak muatan yang melebihi kapasitas. Karena biasanya sebuah
jalanan umum memiliki bobot maximal untuk
bisa dilewati oleh setiap kali kendaraan yang melaju dan melewati.
Nilai Positif: Karena
jalanan yang sudah tidak berlubang lagi membuat masyarakat menjadi lebih aman
untuk melewati jalan tersebut tanpa dibayangi rasa takut untuk terjadinya
kecelakaan.
Nilai Negatif: Karena
perbaikan jalan yang berlangsung terlalu lama membuat aktifitas warga sekitar
menjadi sedikit terhambat karena harus melewati jalan lain.
TUGAS 2
Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan adalah faktor grobalisasi. yang
membuat masyarakat sekarang tidak bisa lepas dari yang namanya teknologi
modern. Dan factor dari alam berupa sebuah bencana alam yang terjadi dan
akhirnya akibat bencana tersebut, merubah bangunan yang dulunya adalah rumah
adat menjadi rumah modern.
Contoh Faktor
Grobalisasi:
1.
Penggunaan alat komunikasi berupa
handphone
Nilai
Positif: Bisa sebagai alat komunikasi jarak jauh
Nilai
Negatif: Masyarakat terlalu mendarah
dagung dan tidak bisa lepas dari yang namanya alat komunikasi
2.
Minimnya lagu anak-anak di jaman
sekarang
Nilai
Negatif: Anak-anak menjadi lebih dewasa sebelum waktunya
Contoh Faktor Bencana
Alam:
1.
Rumah Adat
Nilai
Negatif: Menjadikan generasi berikutnya tidak mengetahui dengan secara rinci
seperti apa rumah adat masing –masing daerah itu
TUGAS 3
PUISI 1
LAKSANA CINTAMU
Oleh:
Fatkuryati
Ibu,,
jika memang dengan aku menjelma angin,
lantas kau dapat merasakan kesejukan itu,,
akan ku lakukan itu untukmu,,
aku tak tau akan seberapa berharganya hidupku bila tanpamu..
Karena Yang ku tau,,
kau mampu membuat cinta ini semakin besar..
Kau t’lah banyak berjuang untukku,, untuk nafasku..
Kalaupun aku bisa menciptakan sedikit senyuman itu,,
mungkin itu tak kan pernah sebanding dengan apa yang kau lakukan untuk
hidupku..
Aku selalu berharap,, Tuhan tak pernah ambil senyum itu darimu
Percayalah,,
aku mencintaimu dengan hati,,
dengan hati yang tak bisa ku sematkan pada wanita selainmu
dan aku menyayangimu dengan nada,,
dengan nada yang tak bisa ku harmonikan pada yang lain..
Diambil dari: Puisi-Puisi Fakturyati
Nilai budaya yang dapat
diambil adalah kasih sayang, cinta, dan pengorbanan
Nilai Positif:
Pengorbanan, cinta, dan kasih sayang
seorang ibu yang takkan tergantikan dengan apapun juga yang ada di dunia
ini
PUISI 2
PUISI UNTUK SAHABAT
Sahabatku...
Seberat apapun masalahmu
Sekelam apapun beban hidupmu
jangan pernah berlali darinya
ataupun bersembunyi
agar kau tak akan beretemu dengannya
atau agar kau bisa menghindar darinya
karena sahabat....
seberapa jauhpun kau berlari
dan sedalam apapun kau bersembunyi
dia pasti akan menemanimu
dalam sebuah episode kehidupanmu
Sahabatku...
alangkah indahnya bila kau temui ia dengan dada yang lapang
persilahkania masuk dalam bersihnya rumah hati
dan mengkilapnya lantai nuranimu
hadapi ia dengan senyum seterang mentari pagi
ajak ia untuk menikmati hangatnya teh kesabaran
ditambah sedikit penganan keteguhan
Sahabat...
dengan begitu
spulangnya ia dari rumahmu
akan kau dapati
dirimu menjadi sosok yang tegar
dalam semua keadaan
dan kaupun akan mampu dan lebih berani
untuk melewati lagi deraan kehidupan
dan yakinlah sahabat...
kaupun akan semakin bisa bertahan
kala badai cobaan itu menghantam
Nilai budaya yang dapat
diambil adalah kesetiaan, keberanian, murah hati, kesabaran dan ketegaran
Nilai Positif: Seorang
sahabat seharusnya saling menguatkan dan membantu satu sama lain dalam berbagai
macam situasi dan keadaan baik suka maupun duka
FIKSI | 23 April 2011 | 20:35
Di balik bukit nan hijau, ada satu desa yang sangat indah dan damai. Di
desa itu tinggalah seorang ibu bersama dua anak perempuan. Mariska dan
Priscilla dua gadis anak Bu Hermina itu sangat cantik nan rupawan. Mariska
mempunyai wajah yang oval dan berkulit putih, sedangkan Priscilla berwajah
bulat dan berkulit agak kecoklatan, tapi tetap manis. Suami bu Hermina telah
lama tiada, semenjak Cilla dan Riska masih kecil, dan untuk menghidupi
keluarganya bu Hermin berjualan sayuran di pasar.
Sejak pagi buta, bu Hermina beranjak ke pasar membawa dagangannya,
seperti saat ini. Sebelum ke pasar di panggilnya Riska.
“ Riska !!! ” teriak
bu Hermin.
” Ya bu..” Riska tergopoh gopoh berlari dari arah dapur mendekati
ibunya.
” Ibu dah mau berangkat, jangan lupa mencuci baju dan juga memasak ”
perintah bu Hermina pada Riska.
Riska hanya menjawab ” Ya bu, hati hati di jalan ya bu “. Riska anak
gadis berumur 1o tahun yang sangat penurut dan baik hatinya. Dia anak yang
lemah lembut lagi sopan berperilaku. Dan itu berbanding terbalik dengan
adiknya,Cilla. Cilla berumur 8 tahun adalah anak yang manja dan suka berkata
kasar dan keras baik pada kakaknya ataupun pada ibunya. Tapi walaupun Cilla
suka memperlakukan kasar, Riska tidak sakit hati ataupun benci pada adiknya,
dia tetap mengasuh adiknya dengan kasih sayang. Mmmm…….. memang Riska
punya pribadi yang luar biasa baiknya.
Pagi ini setelah menyiapkan sarapan buat Cilla, Riska beranjak ke sungai
hendak mencuci baju. Di panggilnya Cilla terlebih dahulu.
” Adik, kakak mau mencuci baju dulu, nanti setelah sarapan, boleh main
tapi jangan jauh jauh dari rumah ya…?” pesan Riska pada adiknya.
” Biarin adik mau main kemana sesuka adik ” jawab Cilla ketus.
” Adik nggak boleh begitu sayang ” Riska sambil mengusap kepala adiknya,
lalu beranjak pergi ke sungai.
Sambil bernyanyi riang Riska mencuci baju dengan cekatan. Yah…. suara
Riska memang sangat merdu kalau menyanyi. Tiba tiba dia memekik kecil karena
kakinya terantuk batu, dan tanpa sadar salah satu baju kebaya hijau milik
ibunya terbawa arus sungai yang kali ini agak deras. Riska berusaha mengejar
tapi karena di rasa kakinya sakit , dia kembali ke tempat semula lagi.
” Ah nanti aku bilang sama ibu kalau bajunya terbawa arus yang deras ini,
semoga ibu memaafkan aku ” pikir Riska dalam hati.
Setelah selesai mencuci, Riska pulang dengan perasaan takut, dia mulai
membayangkan kemarahan ibunya jika ibu tahu baju kebayanya terbawa arus sungai
dan tak bisa di kejar olehnya. Tapi Riska tetap bertekad untuk jujur pada
ibunya apapun kemarahan yang akan di terimanya.
Sesampai di rumah, ternyata ibu telah pulang dari pasar. “Tumben pulang
cepat ibu ” gumam Riska.
” Sudah pulang bu ” sapa Riska sambil menjemur pakaian yang baru saja di
cuci.
” Ibu nggak enak badan ” jawab bu Herlin sambil mengawasi Riska.
” Hmmm bu.. saya mau bilang ” kata Riska bertekad berterus terang pada ibunya
sekarang juga.
” Ada apa? kenapa kau terlihat ketakutan seperti itu? ” hardik bu Herlin.
” Emm… em …anu…. bu ” Riska tergagap ketakutan.
” Cepat katakan ” teriak Cilla yang kebetulan duduk di samping bu Herlin.
” Cepaaaaaaaaat ” bentak bu Herlin kembali.
” Emmm… baju kebaya ibu… ” kata Riska tercekat.
” Ada apa dengan baju ibu ? ” bu Herlin mendekat pada Riska ” cepat
katakan ” lanjutnya semakin meninggi suaranya.
” Ha… hanyut ibu ” Riska menunduk penuh ketakutan ” maafkan Riska ”
lanjut Riska.
” Apa?, kata maaf saja belum cukup, sekarang juga kau cari baju ibu
sampai ketemu ! ” perintah bu Herlin. ” Jangan pulang sebelum baju itu kau
temukan “
Riska sedih dan menangis terisak, dari pagi tadi dia belum sempat sarapan
kini perutnya sudah mulai melilit sakit. Tapi dia tak berani masuk rumah lagi.
Segera di susuri kembali jalan menuju sungai. Dia ingin mengikuti arus
sungai dan berharap baju itu di temukan secepatnya.
Lama sudah Riska berjalan dan matahari sudah semakin meninggi. Riska
terus berjalan sambil sepasang matanya tertuju pada aliran sungai itu. Tiba
tiba di jumpainya seorang bapak tua sedang memandikan sapi. Riska bertanya
sambil bernyanyi dengan merdunya
” Paman yang sedang memandikan sapi, apakah melihat tadi ada
sepotong baju hijau hanyut di sungai ini ?” merdu sekali suara Riska hingga
membuat paman yang sedang memandikan sapi itu terpesona.
” Oh maaf adik, paman tidak melihatnya. Coba kau berjalan lagi,
nanti kau akan temui paman yang sedang memandikan kuda, cobalah kau tanya
padanya ” saran paman yang memandikan sapi ini.
” Baiklah paman saya akan berjalan kembali, makasih ya paman ” ucap Riska
penuh kesopanan.
” Semoga berhasil dik ” sahut paman.
Dan Riska mulai berjalan kembali, sebenarnya dia sudah tak kuat menahan
lapar. tapi bila teringat kemarahan ibunya, dia menjadi semangat kembali
melanjutkan pencarian baju itu.
Tak jauh dari tempat paman yang memandikan sapi, Riska melihat seorang
paman yang memandikan kuda itu. Kembali Riska bernyanyi sambil bertanya pada
paman itu.
” Paman yang memandikan kuda, apa tadi melihat ada baju hijau hanyut di
sungai ini? “
” Oh tidak adik, paman baru saja sampai di sungai ini, coba kau tanya
pada nenek yang sedang mencuci beras itu” paman itu menunjuk pada seorang nenek
tua yang sedang mencuci beras di tepi sungai.
Setelah mengucapkan terima kasih pada paman yang memandikan kuda, Riska
berjalan ke tempat seorang nenek yang sedang mencuci beras, dan kembali Risak
bertanya sambil bernyanyi.
” Nenek yang baik hati, adakah engkau melihat ada baju hijau hanyut
terbawa arus sungai ini “
” Ada cu, sudah nenek simpan di rumah, nanti nenek ambilkan. Tapi bentar
ya nenek lagi mencuci beras ini” jawab nenek dangan terbatuk kecil, maklum nenek
sudah tua sekali.
” Ah nek, bolehkah saya bantu cuci beras ?” Riska ingin membantu karena
dia tak tega melihat nenek yang setua itu masih bekerja sendiri. Dan sekejab
saja beras sudah siap untuk di masak. Riska mengikuti nenek itu pulang
kerumah, dia juga membantu nenek memasak nasi, lalu memasak sayur yang sudah di
siapkan nenek tua itu. Karena Riska sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan itu
jadi dia bisa secepatnya membantu sang nenek dalam menyiapkan makanan. Lalu
mereka makan bersama.
Setelah itu, sang nenek memanggilnya untuk masuk dalam kamarnya.
Riska menuruti kata kata nenek, dan dia terkejut karena di dalam kamar nenek
terdapat banyak sekali buah semangka.
” Cucuku yang manis, ini baju hijau milik ibumu itu ” kata nenek sambil
menyerahkan baju hijau milik bu Herlin pada Riska.
” Syukurlah dapat di ketemukan, terima kasih nek ” kata Riska
sambil memeluk nenek.
” Dan ini sebuah semangka bawa satu buah sebagai hadiah dari nenek karena
kau anak yang rajin dan baik hati ” nenek itu menyerahkan satu buah
semangka yang lumayan besar. ” Tapi ingat, semangka ini hanya boleh kau buka
saat kau sudah menikah nanti ” pesan nenek kemudian.
” Wah nenek… ” kata Riska bahagia. ” Terima kasih nek ” lanjutnya dengan
penuh riang gembira.
” Sekarang pulanglah, hari sudah beranjak sore ” kata nenek kemudian.
Setelah berpamitan, Riska pun berlalu pergi dari rumah sang nenek.
Kembali di susuri jalan di tepi sungai yang tadi di lewatinya.
Hari menjelang senja sewaktu Riska sampai di depan rumah. Bu Herlin dan
Cilla menyambutnya di depan pintu.
” Riska, mana baju ibu ” teriak bu Herlin waktu Riska sudah mau
melangkahkan kakinya masuk rumah.
” Ini ibu ” jawab Riska sambil memberikan baju hijau milik ibunya itu.
” Bagus, itu apa yang kau bawa, kamu mencuri semangka ya ? ” hardik bu
Helin lagi.
” Semangka pemberian seorang nenek yang menemukan baju ibu ” jawab Riska
dengan tergagap. Lalu Riska menceritakan kejadian demi kejadian sewaktu dia
menyusuri sungai untuk mencari baju itu sampai saat dia di bertemu dengan nenek
yang kemudian memberi semangka itu.
” Mari bawa sini ” bu Herlin merebut semangka yang berada dalam dekapan
Riska. ” Kita potong Cilla, sana ambil pisau ke dapur Riska ” perintah bu
Herlin lebih anjut.
” Ibu.. sesuai pesan nenek tadi, semangka hanya boleh di buka setelah
Riska menikah bu ” jelas Riska sambil menahan isak.
” Ambil pisau ! cepat ! ” bentak bu Herlin tanpa menghiraukan isak Riska.
” Ibu, Riska mohon bu ” Riska meratap pilu.
Tanpa menghiraukan tangisan Riska, bu Herlin dan Cilla masuk ke dapur berniat
memotong semangka itu. Riska mengikuti dari belakang sambil terus terisak.
” Woooww…. emas ! ” teriak bu Herlin terperanjat heran, karena
begitu memotong semangka ternyata di dalam semangka itu berisi bermacam macam
perhiasan yang terbuat dari emas. Bukan main girangnya bu Herlin dan Cilla,
mereka berdua bernyanyi sambil mencoba perhiasan itu satu persatu.
Sekejab kemudian timbul niat buruk di dalam hati bu Herlin lalu dia
berbisik pada Cilla. Rupanya bu Herlin masih belum puas dengan perhiasan yang
ada di dalam semangka itu, lalu dia memerintahkan Cilla untuk berlaku sama
dengan Riska. Yaitu dengan pura pura menghanyutkan baju lalu mencarinya ke
tempat nenek tua yang memberi semangka. Dengan harapan Cilla juga akan
mendapatkan semangka sebagaimana Riska.
Pagi buta, bu Herlin sudah membangunkan Cilla, dan menyuruh anak
kesayangannya itu berangkat ke sungai sambil membawa sepotong baju.Tapi dasar
si Cilla ini anak pemalas, dengan cemberut dia memenuhi perintah ibunya.
” Ufh… masih ngantuk juga ” sungut Cilla
” Eh sayang, nggak boleh begitu, nanti kita akan mempunyai emas yang
banyak, kita akan kaya ” kata bu Herlin menyemangati anak bungsunya itu.
Sesampai di sungai, segera saja Cilla menghanyutkan baju ibunya yang kali
ini berwarna merah. Sejenak dia duduk lalu tertidur di semak semak di tepi
sungai. Bu Herlin yang kemudian menyusul, membangunkan sambil menyuruh Cilla
cepat cepat menyusuri sungai seperti yang di lakukan Riska.
Cilla menurut saja apa yang di perintahkan ibunya, walau dengan perasaan
enggan. Tapi karena bayangan akan mendapatkan emas yang banyak, maka timbul
lagi semangat untuk segera bertemu dengan seorang nenek tua yang di ceritakan
oleh Riska.
Tibalah Cilla bertemu dengan paman yang sedang memandikan sapinya.
” Paman apa kau melihat ada sepotong baju milik ibuku yang hanyut di
sungai ini ?” tanya Cilla dengan lagak yang tidak sopan.
” Aku tidak tahu ” jawab paman yang memandikan sapi itu dengan enggan.
dia berpikir anak ini berwajah cantik tapi hatinya tidaklah secantik parasnya.
Mendengar jawaban yang tak bersahabat dari paman itu, Cilla berlalu
meneruskan perjalanannya. Sampailah Cilla pada seorang paman yang sedang
memandikan Kuda, kembali dia bertanya dengan sifat angkuhnya.
” Paman, apakah melihat sepotong baju yang hanyut di sungai ini ? “
” Aku tidak melihatnya” jawab paman yang memandikan kuda itu sambil terus
memandikan kudanya.
Kembali Cilla melanjutkan perjalannya, dan dia merasa gembira demi di
lihatnya seorang nenek yang sedang mencuci beras di tepi sungai sama persis
yang di ceritakan oleh Riska kakaknya
” Ternyata benar juga yang di ceritakan kak Riska, ada seorang nenek yang
sedang mencuci beras ” gumam Cilla dalam hati, di dekatinya sang nenek itu.
” Nek apakah melihat ada sepotong baju yang hanyut di sungai ini? ”
tanyanya pada nenek itu
” Iya cu, tapi nenek simpan di rumah ” jawab nenek sambil mengamati wajah
Cilla. “Hmmm mirip dengan Riska ” gumamnya dalam hati.
” Ayo cepatlah pulang ke rumah nek, dan ambil baju merah itu ” seru
Cilla dengan suara yang keras.
Tentu nenek itu terkejut dengan kekasaran Cilla, nenek itu lalu
membandingkan dengan tindak tanduk Riska yang sopan dan penolong, sedangkan
Cilla bertabiat kasar dan angkuh. Segera saja nenek mempercepat langkahnya
untuk pulang ke rumah dan di ikuti Cilla di belakangnya.
Karena tak ingin Cilla berlama lama di rumahnya, nenek itu segera
memberikan baju merah milik ibu Herlin pada Cilla, dengan harapan gadis itu
cepat pergi dari rumahnya.
” Ini cu, baju yang tadi nenek ketemukan di sungai ” sambil memberikan
baju pada Cilla.
Cilla celingak celinguk berharap nenek itu memberikan semangka seperti
yang dia berikan pada Riska. Tapi sampai Cilla mau pulang nenek itu tak
memberikan apa apa pada Cilla.
” Nek, kenapa kakakku di beri semangka sedang aku tidak ” tanya Cilla
pada nenek itu.
” Oh Riska yang kemaren ke sini itu kakakmu…? kenapa kalian berbeda
sekali ” tanya nenek itu penuh keheranan.
” Tentu aku berbeda dengan kakakku, aku lebih cantik ” jawab Cilla penuh
keangkuhan.
” Maksud nenek, Riska anak yang baik hati dan berbudi luhur ” kata nenek
menjelaskan.
” Ah sudahlah, cepat beri aku semangka itu nek, kata kak Riska, nenek
punya banyak semangka ” lanjut Cilla, memaksa nenek.
Nenek lalu masuk ke kamar dan tak lama kemudian keluar mebawa sebuah
semangka yang lumayan besar dan di berikan pada Cilla. Tanpa berterima kasih
dan berpamitan ,Cilla segera beranjak tuk pulang ke rumah. Nenek itu hanya bisa
geleng geleng kepala melihat kelakuan Cilla.
Dan sampailah Cilla di rumahnya, bu Herlin sudah menunggu dengan harap
harap cemas karena dia ingin segera melihat apakah Cilla berhasil mendapatkan
semangka seperti Riska. Begitu melihat Cilla, hati bu Herlin bukan main
girangnya. cepat cepat mereka masuk ke dapur agar segera dapat membuka
semangka itu. Sedang Riska tak di perbolehkan ikut masuk ke dapur. Riska justru
di suruh menunggu di luar rumah oleh ibunya.
Bu Herlin siap siap memotong semangka itu, tapi apa yang terjadi ? dari
dalam semangka itu muncul banyak sekali ular yang kemudian menggigit mereka
berdua. Bu Herlin dan Cilla berteriak kesakitan, dan munculah sebuah suara dari langit.
” Inilah balasan kalian atas ketamakkan dan juga perbuatan buruk kalian
selama ini, sesungguhnya sang Pencipta menciptakan dunia dan seisinya ini untuk
hidup saling berbagi, berdampingan, saling mengasihi dan berbuat baik satu sama
lainnya, dan sekarang terimalah balasan setimpal ini “ setelah suara itu
menghilang, bu Herlin dan Cilla menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ajaib ular ular kemudian menghilang seiring menghilangnya suara dari
langit tadi.
Riska akhirnya memberanikan diri masuk ke dapur karena di dengarnya
jeritan ibu dan adiknya. Dia segera memeluk bu Herlin dan Cilla begitu tahu
mereka telah meninggal dunia. Riska menangisi mereka berdua, bagaimanapun Riska
sangat sayang pada ibu dan adiknya itu, walau mereka suka berlaku kasar
padanya.
” Ibu, Cilla, dengan siapa aku kini hidup…? ” ratap Riska penuh pilu
hati.
Tiba tiba berdiri di hadapannya nenek tua yang telah membantu menemukan
baju ibunya sambil berkata.
” Tinggalah bersama nenek cucuku, cukup sudah penderitaanmu ini “
tangan nenek itu lembut membelai kepala Riska. Dan Riska mengangguk lembut lalu
memeluk nenek dengan penuh rasa haru.
Memang benar, bahwa manusia itu hidup harus punya tenggang rasa terhadap
saudara, teman dan semua tang ada di sekeliling kita. dan setiap perbuatan baik
akan mendapatkan balasan yang baik pula, begitupun perbuatan buruk akan menuai
keburukkan.
Demikian cerita tentang Bawang Merah dan Bawang Putih, semoga kita dapat
mengambil manfaat dari cerita lama ini.
Nilai budaya yang dapat
diambil adalah kesetiaan, keberanian, murah hati, rajin, kesabaran dan ketegaran
Nilai Positif:
Seharusnya setiap manusia selalu sabar dalam menghadapi berbagai macam situasi dan tetap selalu
bersyukur pada Tuhan
PROSA 2
Asal Usul Gunung
Tangkuban Perahu
by Pendongeng
on April 25, 2009
tangkuban perahu
Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung
terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban
Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama
seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut
cerita rakyat Parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik.
Berikut ini ceritanya.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi
berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun
caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina bernama Wayungyang yang tengah
bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan
melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya
dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati.
Dayang Sumbi sangat cantik dan cerdas, banyak para
raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya
para raja saling berperang di antara sesamanya. Galau hati Dayang Sumbi melihat
kekacauan yang bersumber dari dirinya. Atas permitaannya sendiri Dayang Sumbi
mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si
Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan
bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar
ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang
terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang
mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi pun menikahi Si Tumang dan dikaruniai
bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang memiliki kekuatan
sakti seperti ayahnya. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani
bermain oleh Si Tumang yang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia,
bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan,
gagah perkasa dan sakti.
Pada suatu hari Sangkuriang berburu di dalam hutan
disuruhnya Si Tumang untuk mengejar babi betina yang bernama Wayungyang. Karena
si Tumang tidak menurut, Sangkuriang marah dan membunuh Si Tumang. Daging Si
Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan
dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah Si
Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan
senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka dan diusirlah
Sangkuriang.
Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia.
Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat
lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya
berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah
Dayang Sumbi – ibunya, begitu juga sebaliknya. Terjalinlah kisah kasih di
antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang
adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya.
Dayang Sumbi pun berusaha menjelaskan
kesalahpahaman hubungan mereka. Walau demikian, Sangkuriang tetap memaksa untuk
menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga
(danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang
menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh
di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul.
Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan mejadi Gunung Burangrang. Dengan
bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang
Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak
terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain putih hasil
tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang
menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro
dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan
menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut
kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah
utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang
mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai unga jaksi.
Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung
berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).
http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/asal-usul-gunung-tangkuban-perahu.html
Nilai budaya yang dapat
diambil adalah kesetiaan, keberanian, murah hati, kesabaran , ketegaran dan
kejujuran
Nilai Positif:
Seharusnya setiap orang harus selalu menepati janjinya dan harus selalu jujur
dalam hal apapun